Memadukan Batik Nusantara

batik, memadukan, gaya,
Judul:Padu Padan Batik
Penulis:Biliq Ratna & Friend
Penerbit:Wisma Hijau, Depok
Edisi:I, 2009
Tebal:58 Halaman
Buku ini merupakan salah satu apresiasi penulisnya dalam menyikapi produk batik khas Indonesia. Selain itu, juga sebagai kampanye positif agar bangsa Indonesia lebih mencintai dan memakai budaya produk dalam negeri. Sehingga tanggal 2 Oktober yang telah disepakati sebagai Hari Batik Nasional itu tidak sia-sia lantaran bangsa ini memakai batik sebagai salah satu koleksi mereka. Baik dalam bentuk pakaian secara sempurna maupun sebagai tampilan asesoris lainnya.

Batik, menurut buku ini, merupakan salah satu kerajinan yang memiliki nilai seni yang tinggi dan telah menjadi bagian budaya Indonesia sejak lama. Perempuan-perempuan tempo doeloe (masa lampau), misalnya, menjadikan ketrampilan membatik sebagai mata pencaharian. Tidak salah jika pekerjaan membatik waktu itu sempat dianggap sebagai pekerjaan eksklusif. Namun, setelah ditemukannya “batik cap”, pekerjaan membatik tidak lagi didominasi oleh perempuan. Kaum laki-laki pun turut serta berkecimpung dalam usaha perbatikan (hlm.6). Menurut Ketua Asosiasi Tenun, Batik, dan Bordir Jawa Timur, Erwin Sosrokusumo, batik Indonesia sebenarnya sudah dikenal bangsa lain sejak zaman Kerajaan Jenggala, Airlangga, dan Majapahit. Hanya saja, bahan utama batik waktu itu banyak di datangkan dari China.

Baik bahan dasar maupun kedatangan bangsa asing ke nusantara, lambat laun menambah banyaknya corak baru pada batik yang beredar di nusantara. Warna-warna cerah, (seperti merah) dan corak phoenix dipengaruhi oleh kedatangan bangsa Tionghoa. Begitu juga corak

" buku ini juga menyajikan aneka tips bagi pembaca agar berakrab ria dengan batik nusantara "

bebungaan (seperti bunga tulip), bangunan gedung, dan kereta kuda, dipengaruhi oleh bangsa Eropa. Meski begitu, bangsa pribumi tetap konsisten dengan batik tradisional mereka yang mempertahankan kekhasannya.

Seiring perkembangan zaman, batik yang semula identik dengan kaum bangsawan kerajaan, lambat laun mulai memasyarakat. Terlebih, perkembangan strategi produksi dan aneka inovasi batik yang beragam semakin mendukung generasi bangsa ini untuk memakai batik. Di berbagai pasaran batik, misalnya, dapat kita jumpai aneka motif batik tradisional yang dikomposisi ulang dengan corak-corak ringan. Corak seperti inilah yang kemudian memungkinkan semua kalangan dapat memakainya tanpa kesan tua, kuno, atau kesan-kesan penghambat lainnya.

Selain mengulas aneka ragam batik zaman dulu hingga sekarang, buku ini juga menyajikan aneka tips bagi pembaca agar berakrab ria dengan batik nusantara. Dalam penggunaan batik, misalnya, buku ini memberikan tips agar si pemakai tidak terkesan canggung, aneh, atau diledek orang lain. Adapun tips itu salah satunya bisa dengan memadukan batik dengan kondisi fisik si pemakai atau menggabungkan motif-motif batik tertentu dengan motif batik lainnya. Motif batik tradisional yang atraktif, misalnya, dapat dipadu dengan motif batik konvensional seperti motif sogan. Motif batik itu sendiri juga dapat dipadukan dengan motif-motif kain modern, seperti garis, kotak, dan bunga. Namun, semua itu hanyalah alternatif yang ditawarkan buku ini. Pembaca bebas memadukan motif-motif lainnya sesuai selera tanpa membenci dan menjahui batik.

Berbagai tips seputar pakaian batik dan sejarah singkat perkembangan batik nusantara itulah yang dibahas dalam buku ini. Selain design dan lay-out buku ini terkesan santai, foto-foto yang ada di dalamnya juga memberikan inspirasi tersendiri bagi pembaca. Selamat membaca dan bergaya dengan batik nusantara [MG. Sungatno/CABC].