Sejarah sebagai Proses


KH. Abdurrahman Wahid, Gus Dur, Buku-buku GusDur
Judul:Membaca Sejarah Nusantara : 25 Kolom Sejarah Gus Dur
Penulis:Abdurrahman Wahid
Pengantar:KH. A. Mustofa Bisri
Penerbit:LKiS, Yogyakarta
Edisi:Pertama, 2010
Tebal:xx+133 halaman
Bab:Membaca Sejarah Lama (1)
Halaman:1-4

Membaca Sejarah Lama (1) merupakan fragmen pertama yang tersajikan dalam buku ini. Kolom ini mengajak pembaca untuk memasuki kesejarahan bangsa Indonesia melalui gerbang utama. Gerbang pembacaan sejarah yang selama ini acapkali terhindari dan –bahkan- tak disadari keberadaannya.

Meski cenderung praktis bernuansa tip, tulisan yang satu ini merupakan salah satu kunci untuk membongkar nilai-nilai sejarah yang tersaji maupun yang termanipulasi. Nilai-nilai itulah yang seyogyanya dijadikan pemantik pembaca untuk mengekpresikan pesan-pesan sejarah. Sejarah bukanlah produk penjabar, pengukuh, penolak, penghias, penyemangat, penjejal, dan perecok belaka. Melainkan juga sesuatu yang terlekati arti-arti dan nilai-nilai pasif.

Baik arti maupun nilai-nilai pasif itu sendiri hanya bisa diaktifasi dan direaktifasi melalui kesadaran akan pembacaan sejarah sebagai sebuah proses (hlm.4). Tanpa kesadaran itu penyimak sejarah bakal cenderung menjadi pasif dan memperparah kepasifan sejarah. Dikatakan memperparah karena dalam sejarah juga terdapat kepasifan dibalik tuturan yang seolah-olah aktif. Dan, kepasifan itu akan tampak jelas ketika sejarah terbuktikan ketergantungannya pada penyimak dan pengguna.
Penyimak sejarah yang sadar, akan berusaha membuka diri dan bijak terhadap segala hal yang mengarah pada perbedaan versi. Perbedaan itu justru bakal digunakan sebagai bahan pemerkaya wawasan dan analisis yang memungkinkan penyimak bisa selamat dari kungkungan frame-frame tertentu. Luasnya wawasan dan analisis itu, kemudian, dijadikan sebagai pijakan untuk menilai suatu sejarah dan mengekspresikan pesan-pesannya di masa mendatang secara luas.

" Penyimak sejarah yang sadar, akan berusaha membuka diri dan bijak terhadap segala hal yang mengarah pada perbedaan versi "


Penyimak semacam itulah yang nantinya bisa dikategorikan sebagai penyimak aktif yang mampu menggunakan pengetahuan sejarah. Mereka tidak hanya mampu menggunakan sejarah sebatas simbol-simbol keluhuran-kebiadaban dan solusi temporal-dangkal. Para orang tua tidak hanya akan menjadikan sejarah sebagai dongeng sebelum tidur bagi putera-puterinya belaka. Melainkan turut aktif dalam menjabarkan nilai-nilai positif-negatif yang musti diketahui buah hati mereka berikut penerapannya terkini.

Selain itu, ada juga penyimak pasif yang mempergunakan sejarah sebagai kenangan lawas semata. Sejarah dianggap sebagai sesuatu yang kuno, tak bermakna, dan hanya bisa dimanfaatkan sebagai pelipur atau pengalih kenangan. Sejarah menjadi sebatas dongeng faktual yang menyadarkan ingatan mereka bahwa di zaman dulu pernah terjadi suatu peristiwa atau kehidupan. Sejarah akan dijadikan sebagai bahan pencari solusi sesaat yang sifatnya temporal-dangkal. Semisal, untuk menjawab soal-soal ujian sekolah atau kuliah.

Lebih mengerikan lagi, ada juga penyimak yang menempatkan sejarah sebagai penjegal masa kini dan masa depan. Sejarah dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar lampau dan tidak bisa ditiru ulang atau diambil pelajarannya. Sejarah dianggap sesuatu yang tidak memiliki nilai-nilai yang positif, konstruktif, dan berharga. Yang ada hanya dongeng karikatural. Tampak lucu jika dibaca ulang di zaman sekarang.*** [MG. Sungatno/CABC]